Monday, 25 April 2011

Dibalik Kata2 Obama : "Pulang Kampung Nih"





Namanya Jonathan Favreau, lahir 2 Juni 1981. Jabatan sekarang Director of Speechwriting di Gedung Putih. Dialah sosok penting di hampir semua pidato Barack Obama, sebelum maupun sekarang menjadi Presiden.

Jon sangat populer dengan speech yang akhirnya menjadi slogan kampanye Obama di senat Illinois tahun 2004, “Yes, We Can”. Jadi Obama walau jago ‘ngomong’ tetap perlu dibantu dengan tim penulis pidato. Jon biasanya dibantu at least 2 staff.

Inti speech tetap dari Obama, biasanya Jon akan mencatat point-point penting lalu melakukan research untuk memperkuat point-point Obama sehingga menjadi pidato yang mengesankan. Untuk pidato penting seperti Inaugural Speech, mereka bertemu sekitar 4-5 kali sebelum akhirnya setuju dengan pidato yang sekarang bisa ditonton jutaan orang di Youtube.

Jonathan Favreau adalah Director of Speechwriting termuda kedua di sepanjang sejarah Gedung Putih. Di Indonesia siapa ya penulis naskah Pidato yang bagus? Mudah-mudahan di Pemilu 2014, sudah banyak ya Speech matters!!!

sumber: http://yorissebastian.com/penulis-pidato-presiden/

KOMENTAR YORIS SEBASTIAN: (GM TERMUDA SE-ASIA ASELI INDONESIA)

Obama memiliki beberapa punch line yang sungguh inspiring karena didukung oleh tim penulis naskah yang tangguh di bawah pimpinan Jon Favreau, namun Obama adalah Orator yang ulung. Berbagai improvisasi dilakukannya saat pidato. Bahkan walau dibantu oleh 2 teleprompter di kanan dan kiri, namun beliau terlihat sangat natural dan tidak terlihat sedang membaca. Karena Obama tampak sangat menguasai pidatonya. Teleprompter tampaknya hanya dijadikan sebagai guideline untuknya, bukan untuk dibaca

Tidak lupa membuka dengan sesuatu yang lokal, “Pulang Kampung, nih” tuturnya sambil tersenyum yang disambut dengan gemuruh Balairung UI. Dan Obama kerap menggunakan bahasa Indonesia di setiap teks yang bisa ia rubah. Seperti saat harusnya bilang “Indonesia is a part of me”, dia bertutur “Indonesia bagian dari diri saya”. Walau saat mengucapkan Pancasila tampaknya dia sudah lupa cara melafalkannya. Maklum dulu dia masih sangat kecil saat berada di Indonesia.

Masa kecil memang kerap menjadi faktor penting untuk seorang anak tumbuh besar. “…a time that helped shape my childhood” kata Obama soal 4 tahun berada di Jakarta (tepatnya Menteng Dalam). Sejak kecil Obama sudah bercita-cita jadi Presiden walau mungkin tidak ada teman sekolahnya yang waktu itu berpikir bahwa Barry kecil benar-benar akan kembali lagi ke Indonesia setelah menjadi orang nomor satu di Amerika.

Beberapa tahun di Jakarta membuat Barry kecil mampu appreciate banyaknya ragam. Ayah tiri-nya Lolo Soetoro, seperti mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam, percaya bahwa semua agama harus di respek dan semangat toleransi beragama sangat dirasakan Obama kecil.

Obama beberapa kali menekankan the beauty of religious tolerance dalam rangkaian Bhinneka Tunggal Ika. Keragaman dan demokrasi akan menjadi sebuah kekuatan yang luar biasa kalau kita jalankan dengan benar. “Hand in hand, that is what development and democracy are about – the notion that certain values are universal. Prosperity without freedom is just another form of poverty” tutur Obama yang juga menjadi punchline yang banyak di RT di twitter. Bener juga ya, masih banyak negara yang prosper namun rakyatnya tidak memiliki freedom

Bahkan sahabat saya, seorang redaktur senior koran nasional kirim message pada saya setelah selesai acara, “Aku jadi lebih nasionalis setelah dengerin pidato Obama”

Bayangkan, pidato dari orang luar negri yang pernah tinggal hanya 4 tahun di Indonesia mampu menggugah kita semua sebagai bangsa Indonesia. Kembali saya mencoba untuk positive thinking… Someday Indonesia akan memiliki seorang pemimpin muda yang mampu memberi inspirasi positif kepada rakyatnya sehingga lebih nasionalis dan mampu membuat masyarakat Indonesia lebih sejahtera lahir dan batin. We’ll see… time will tell

ARTIKEL LAINNYA:

Sebuah foto beredar cepat di ranah maya. Seorang laki-laki muda berambut cepak, berkulit bersih, hidung bangir dan tubuh bagas. Foto itu beredar lewat Twitter, Facebook dan Blackberry Messenger.
.
Siapa dia? usut punya usut, dialah Jonathan Favreau, penulis pidato Presiden Amerika Serikat Barack Obama.

Sejak kedatangan Obama, juga pidatonya yang memukau di Universitas Indonesia kemarin, Jon Favreau, begitu panggilannya menjadi perbincangan para perempuan di Twitter. Salah satu yang memposting fotonya, presenter kondang, Sarah Sechan. "I wanna do bhinneka tunggal ika with you," tulis Sarah Sechan dalam akun Twitter-nya.

Lahir di Massachusetts, AS, Favreau merupakan lulusan terbaik College of Holly Cross, pada 2004. Setelah lulus, dia langsung bekerja pada calon presiden dari Partai Demokrat John Kerry. Waktu itu umurnya baru 23 tahun. "Semua orang melihat saya, bingung, seolah berkata 'siapa sih anak ini'," kata Favs, panggilannya.

Namun kepiawaiannya menyusun kata membuat partai itu kesengsem. Petinggi Demokrat yang kini menjabat Sekretaris Gedung Putih, Robert Gibbs, merekomendasikan Obama untuk memakai tenaga Favs dalam kampanye senatnya. Kerja sama itu diteruskan dalam kampanye presiden 2008.

Dari Favs-lah lahir "Yes We Can," slogan sederhana namun mendunia. Saat Obama dilantik, Januari 2009, Dia tercatat sebagai penulis termuda untuk Pidato Presiden di umur 27. Dia juga mendapat ruang kerja tersendiri di West Wing Gedung Putih, jadi nahkoda bagi tim penulis pidato yang terdiri atas penulis-penulis senior.

Dalam melakoni kerjanya, Favs sering nongkrong bareng Obama, guna menyerap ide dan tutur Presiden ke-44 AS tersebut. Saat klub bisbol idola Obama, White Sox menyapu bersih Red Sox yang dipuja Favs 2005 lalu, Obama mendatangi mejanya dan menyapu.

"Barack sangat mempercayainya," ujar Penasihat Utama Obama, David Axelrod. "Dia memberika otoritas kepada Favs atas kata-kata yang akan diucapkannya." Menurutnya, Obama tidak memberikan kepercayaan sebanyak itu pada banyak orang.

U
Favs terlihat sangat menikmati dunianya. Dia mengatakan posisi ini akan jadi kiprah terakhirnya di dunia politik. "Di luar ini, semuanya, adalah antiklimaks," katanya.

No comments:

Post a Comment